Jumlah satwa liar di bumi telah menurun 69% hanya dalam 50 tahun. Hal ini terjadi dengan aktivitas manusia yang merusak hutan, konsumsi di luar batas kapasitas planet ini, dan polusi dalam skala industri.
Berdasarkan data WWF Living Planet Index merinci dari 32.000 populasi hewan, tersisa 5.000 spesies mamalia, burung, amfibi, reptil, dan ikan, yang penurunannya paling cepat.
“Di wilayah kaya keanekaragaman hayati, seperti Amerika Latin dan Karibia, bahkan angka kehilangan populasi hewan mencapai 94%,” jelas WWF yang dikutip dari cnbcindonesia.com, Rabu (26/10/2022).

Sebelum laporan ini, banyak ilmuwan meyakini bahwa saat ini sedang terjadi kepunahan massal keenam, yakni kehilangan terbesar makhluk hidup di bumi sejak zaman dinosaurus, dan ini dipicu oleh manusia. Secara global, laporan tersebut menemukan bahwa jumlah hewan yang dipantau telah turun 69% sejak 1970.
Marco Lambertini, Direktur Jenderal WWF International, mengatakan WWF “sangat khawatir” dengan data baru tersebut.
“Penurunan ini sangat mengkhawatirkan apalagi jika terjadi di daerah tropis yang menjadi rumah bagi beberapa bentang alam paling beragam di dunia,” jelas dia.
Dr Mark Wright, Direktur Sains di WWF, mengatakan angka itu “benar-benar menakutkan”, terutama untuk Amerika Latin.
“Amerika Latin terkenal dengan keanekaragaman hayatinya tentu saja, itu sangat penting untuk banyak hal lain juga,” katanya.

Menurutnya, mampu mempertahankan iklim sangat penting, dengan perkiraan 15 hingga 200 miliar ton karbon terbungkus di hutan Amazon. Jumlah ini setara dengan 55 hingga 740 miliar ton C02, yang 10 hingga 15 kali lipat emisi gas rumah kaca tahunan pada tingkat saat ini.
Indeks menemukan bahwa spesies air tawar telah menurun lebih dari habitat lain, dengan penurunan populasi 83% sejak tahun 1970.
Laporan tersebut menemukan bahwa pendorong utama hilangnya satwa liar adalah degradasi habitat karena pembangunan dan pertanian, eksploitasi, pengenalan spesies invasif, polusi, perubahan iklim, dan penyakit.
The Living Planet Report berpendapat bahwa upaya konservasi dan restorasi yang ditingkatkan, produksi dan konsumsi pangan yang lebih berkelanjutan, dan dekarbonisasi yang cepat dan mendalam di semua sektor dapat mengurangi krisis kembar perubahan iklim dan hilangnya keanekaragaman hayati. (IE/RAH)
You may also like
-
TUAI KONTROVERSI! BEGINI PENJELASAN TENTANG MARKETPLACE GURU
-
Sektor Bisnis Potensial di Masa Depan Menurut Erick Thohir
-
LIBURAN DENGAN MENGELUARKAN BIAYA HEMAT DAN TERJANGKAU DI TAMAN MARGASATWA RAGUNAN
-
Disrupsi Teknologi, Beberapa Jenis Pekerjaan Ini Terancam Punah
-
MENGHIDUPKAN KEMBALI GASTRONOMI WARISAN: MAKANAN TRADISIONAL INDONESIA YANG KINI TERLUPAKAN