Akhir-akhir ini, masyarakat dihebohkan dengan tarif Kereta Rel Listrik (KRL) berbasis Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang diterapkan mulai tahun 2025 dan banyak pengguna KRL yang memprotes kebijakan tersebut. Sebenarnya apa rencana kebijakan tersebut? Apa tujuan dari diterapkannya rencana tersebut? Benarkah akan diterapkan mulai 2025? Mari kita bahas selengkapnya!
Rencana kebijakan penerapan subsidi KRL berbasis NIK terdapat di dalam Buku II Nota Keuangan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2025 yang diserahkan oleh pemerintah kepada DPR.
Tujuan dari rencana tersebut adalah subsidi yang diberikan diharapkan lebih tepat sasaran, serta dapat mendukung perbaikan kualitas dan inovasi pelayanan kelas ekonomi untuk angkutan kereta api, termasuk KRL Jabodetabek.
Juru Bicara Kemenhub, Andita Irwati, menegaskan bahwa skema penerapan subsidi KRL sebenarnya masih berada dalam tahap pembahasan oleh para pemangku kepentingan, seperti dari pihak PT Kereta Api Indonesia (KAI) atau PT KCI sebagai operator KRL Jabodetabek.
Menteri Perhubungan menegaskan bahwa sedang dilakukan studi terkait hal tersebut dan semua opsi yang diberikan bersifat wacana dan belum berada di tahap final.
Salah satu yang dibahas dalam rencana tersebut adalah mengenai NIK yang akan digunakan sebagai data subsidi. Kemenhub perlu mempertimbangkan sumber NIK yang akan digunakan, yakni diambil dari data Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) atau dari Kementerian Sosial (Kemensos). Sumber NIK ini perlu dipastikan karena dapat mempengaruhi implementasi penyaluran subsidi.
Menurut informasi beredar, DJKA Kemenhub akan membuka diskusi publik bersama akademisi dan perwakilan masyarakat untuk membahas skema tarif yang akan diberlakukan sehingga tidak memberatkan pengguna layanan KRL Jabodetabek. Diskusi tersebut juga merupakan salah satu bentuk sosialisasi kepada masyarakat.
Poin menarik dan cukup penting dari rencana perubahan skema subsidi berbasis NIK adalah tidak semua masyarakat mendapatkan harga yang sama seperti sekarang atau dengan kata lain, harga yang diberikan setiap orang akan berbeda dan menyesuaikan dengan kondisi masing-masing.
Informasi tambahan, tarif KRL Jabodetabek sejak 2016 belum mengalami kenaikan. Skema tarif KRL Jabodetabek, yaitu sebesar Rp3.000 untuk 25 kilometer pertama dan ditambah Rp1.000 untuk setiap 10 kilometer berikutnya.
Oleh karena itu, tidak sedikit masyarakat yang memprotes kebijakan tersebut, terutama bagi pengguna KRL. Banyak yang tidak setuju untuk perubahan harga disebabkan dari sisi armada dapat dikatakan belum maksimal. (ANH/KNY)
You may also like
-
iPhone 16 Resmi Meluncur, Netizen Gempar! Spek Dewa, Kamera Jernih, Siap Menguras Kantong?
-
Indonesia Mendidih, Masyarakat Dilanda Cemas Dampak dari “Heatwave”
-
Emosi Naik Turun Seperti Roller Coaster? Ini Rahasia Mahasiswa Tetap Waras di Tengah Kekacauan
-
Polemik Penggunaan E-Meterai dalam Pendaftaran CPNS 2024: Efisiensi atau Beban Baru?
-
Deflasi dan Dampaknya terhadap Kesejahteraan Sosial di Indonesia