Demokrasi di Indonesia, yang diperjuangkan dengan susah payah pascareformasi 1998, kini berada di persimpangan jalan. Di satu sisi, ada kemajuan yang tak terbantahkan; kebebasan pers, partisipasi politik yang lebih luas, dan Pemilu yang relatif bebas dan adil. Namun, di sisi lain, kita melihat bayangan gelap yang mengancam kualitas demokrasi itu sendiri.
Polarisasi politik yang tajam adalah salah satu bayangan gelap yang terus menghantui. Kontestasi politik yang sehat kini sering berubah menjadi pertarungan sengit yang memecah belah bangsa. Di era digital, polarisasi ini semakin diperparah oleh media sosial, yang sering kali dimanfaatkan sebagai alat propaganda dan disinformasi. Akibatnya, masyarakat terbelah dalam kubu-kubu yang sulit untuk disatukan kembali, merusak semangat Bhinneka Tunggal Ika yang menjadi landasan negara ini.
Sumber: bbc.com
Di samping polarisasi, korupsi masih merajalela. Meskipun banyak pejabat telah ditangkap, akar masalahnya tampaknya lebih dalam daripada sekadar penegakan hukum. Korupsi sistemik yang menjalar di semua tingkatan pemerintahan merusak kepercayaan publik terhadap institusi demokrasi. Politisi yang seharusnya menjadi wakil rakyat, sering kali justru terjebak dalam lingkaran setan korupsi dan politik uang. Apakah demokrasi kita benar-benar mewakili rakyat atau hanya segelintir elite yang bermain di balik layar.
Namun, di tengah semua ini, ada secercah harapan. Generasi muda Indonesia mulai bangkit dan menunjukkan minat yang tinggi terhadap politik. Mereka adalah agen perubahan yang berpotensi membawa angin segar dalam dunia politik yang kerap kali stagnan. Dengan akses yang lebih luas terhadap informasi, mereka lebih kritis dan vokal terhadap kebijakan yang dianggap tidak adil atau tidak transparan.
Sumber: kompas.id
Tetapi pertanyaannya, apakah mereka cukup kuat untuk menggoyahkan fondasi yang sudah terlanjur korup? Atau apakah mereka akan ditelan oleh sistem yang begitu besar dan berakar kuat? Masa depan demokrasi Indonesia terletak pada kita yang dapat memberdayakan generasi ini untuk menjadi pilar-pilar perubahan atau justru membiarkan mereka terjebak dalam labirin politik yang penuh intrik.
Potret demokrasi Indonesia saat ini adalah gambaran dualitas, yakni antara harapan dan ketakutan, serta kemajuan dan kemunduran. Masa depan bangsa ini tergantung pada bagaimana kita, sebagai warga negara memilih untuk bertindak. Apakah kita akan menjadi penonton pasif atau aktor aktif dalam drama besar demokrasi ini? (XXX/NBL)
You may also like
-
iPhone 16 Resmi Meluncur, Netizen Gempar! Spek Dewa, Kamera Jernih, Siap Menguras Kantong?
-
Indonesia Mendidih, Masyarakat Dilanda Cemas Dampak dari “Heatwave”
-
Emosi Naik Turun Seperti Roller Coaster? Ini Rahasia Mahasiswa Tetap Waras di Tengah Kekacauan
-
Polemik Penggunaan E-Meterai dalam Pendaftaran CPNS 2024: Efisiensi atau Beban Baru?
-
Deflasi dan Dampaknya terhadap Kesejahteraan Sosial di Indonesia