Jakarta, 23 Desember 2024 — Nilai tukar dolar Amerika Serikat (AS) terus mengalami peningkatan signifikan dalam beberapa hari terakhir, hal tersebut menciptakan dinamika baru di pasar keuangan global. Mata uang Negeri Paman Sam ini telah melampaui rekor tertinggi dalam satu tahun terakhir, hal ini didorong oleh kombinasi kebijakan moneter ketat yang diterapkan Federal Reserve serta data ekonomi domestik yang menunjukkan pertumbuhan stabil.
Penguatan dolar AS ini menjadi tantangan besar bagi negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Kurs rupiah terhadap dolar AS dilaporkan melemah hingga menyentuh angka Rp15.600 per dolar AS, sebagaimana tercatat dalam data terbaru Bank Indonesia (BI). Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran akan kenaikan biaya impor yang dapat memicu inflasi lebih tinggi.
Lonjakan nilai dolar AS dipengaruhi oleh pernyataan terkini dari Ketua Federal Reserve, Jerome Powell, ia menegaskan bahwa bank sentral AS akan tetap mempertahankan kebijakan suku bunga tinggi dalam upaya menekan inflasi. Selain itu, data ketenagakerjaan yang kuat dengan tingkat pengangguran stabil di angka 3,8 persen serta peningkatan gaji pekerja, turut memperkuat posisi dolar.
“Kondisi perekonomian AS yang tangguh menjadikan dolar semakin menarik bagi investor global, menjadikannya pilihan utama sebagai aset aman,” ujar Lisa Morgan, ekonom senior dari JPMorgan, dalam wawancara eksklusif.
Pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS diperkirakan akan berdampak langsung pada berbagai sektor strategis, termasuk energi dan pangan. Biaya impor barang, terutama bahan bakar minyak (BBM), diproyeksikan meningkat yang pada akhirnya dapat menekan daya beli masyarakat.
“Ketergantungan Indonesia pada impor bahan bakar dan bahan baku membuat perekonomian kita rentan terhadap penguatan dolar. Jika tren ini terus berlanjut, tingkat inflasi mungkin melampaui proyeksi awal,” ungkap Bhima Yudhistira, Direktur CELIOS (Center of Economic and Law Studies).
Bank Indonesia dilaporkan telah mengambil langkah-langkah stabilisasi, seperti intervensi di pasar valuta asing untuk menahan pelemahan rupiah lebih lanjut. Namun, para ekonom memperingatkan bahwa kebijakan moneter dalam negeri mungkin harus diperketat jika tekanan terhadap rupiah semakin meningkat.
Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, dalam konferensi pers hari ini, menyatakan bahwa pemerintah akan terus memantau perkembangan situasi ini dengan seksama. Berbagai langkah mitigasi sedang dirancang untuk melindungi stabilitas perekonomian domestik dari dampak negatif penguatan dolar.
“Kami akan terus bekerja sama dengan Bank Indonesia guna menjaga kestabilan nilai tukar rupiah dan meminimalkan dampaknya terhadap masyarakat,” jelas Sri Mulyani.
Analis pasar memprediksi bahwa penguatan dolar AS kemungkinan masih akan berlangsung dalam beberapa bulan mendatang, terutama jika data ekonomi AS terus memberikan indikasi pertumbuhan yang positif. Negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, diharapkan dapat merespons dengan strategi yang dapat mengurangi ketergantungan pada dolar AS, misalnya dengan mendorong penggunaan mata uang lokal dalam transaksi internasional.
Sementara itu, pasar global tengah menantikan kebijakan lanjutan dari Federal Reserve yang diperkirakan akan memberikan sinyal lebih jelas terkait arah kebijakan moneternya dalam rapat mendatang. Hingga keputusan tersebut diumumkan, tekanan terhadap mata uang negara berkembang diperkirakan akan tetap tinggi. (ZI/ND)
You may also like
-
Update Harga BBM Awal Tahun 2025: Pertamax Naik Per 1 Januari, Berikut Daftar Lengkapnya
-
Closing WiraWiri 2024: Melahirkan Generasi Wirausaha Tangguh dari Kampus untuk Nusantara
-
Pesona Keharuman Parfum Lokal Kualitas Dunia
-
APBN Defisit Lagi, Apa Artinya untuk Ekonomi Indonesia?
-
Memperingati Hari Disabilitas Internasional 2024, Langkah Nyata Menuju Ruang Publik Inklusif di Jakarta