Habis MEA Terbitlah TPP

Sumber: ForestInd

            Jika
2 tahun belakangan ini kita dipusingkan oleh MEA, kini saatnya kita kembali
harus berpikir dan membenahi diri untuk menghadapi sebuah era perdagangan bebas
yang baru-baru ini di motori oleh Negara Adi Kuasa, Amerika Serikat. Indonesia
harus segera move on dari berbagai
jenis kajian dan isu-isu yang membahas MEA. MEA sudah terjadi, MEA harus
dihadapi. Yang sekarang menjadi Pekerjaan Rumah Indonesia adalah
memperbanyak kajian, dan membenahi diri untuk menyambut blok perdagangan bebas Trans Pacific Partnership. Mungkin isu
ini masih asing di telinga kita. Tapi, faktanya isu ini sudah lama berkembang
di kawasan Asia Pasifik, ya di kawasan Asia Pasifik.
            Menelisik
ke dalam pengertian dari Trans Pacific
Partnership
 atau yang disingkat TPP merupakan suatu kerangka kerjasama yang melingkupi kawasan Asia Pasifik
yang digagas sebagai forum bersama guna membahas isu-isu ekonomi dunia
sekaligus sebagai sarana akomodasi kepentingan Negara-negara yang ada dalam
kawasan Asia Pasifik itu sendiri.
            Hematnya, TPP adalah perjanjian
perdagangan bebas yang melibatkan sejumlah Negara di kawasan Asia Pasifik.
Perjanjian ini merupakan perjanjian global terbesar dalam 20 tahun belakangan
ini. Sedikit flash back, TPP ini
pertama kali digagas pada tahun 2005 oleh empat Negara di kawasan Asia Pasifik,
yaitu; Singapura, Chilli, Selandia Baru, dan Brunei Darussalam. Namun,
perjanjian ini baru efektif pada bulan mei 2006. Lalu, di tahun 2008, barulah
Amerika Serikat memutuskan untuk bergabung ke dalam TPP ini karena keadaan ekonomi Amerika Serikat mengalami penurunan yang drastis
sebagai akibat krisis keuangan global, sehingga, untuk
memperbaiki keadaan ekonomi tersebut AS mulai tertarik untuk melanjutkan
rencana Trans Pacific Partnership tersebut. Semenjak bergabungnya AS
ke dalam TPP inilah yang menjadi motor penggerak semakin terbuka nya
kemungkinan untuk membentuk kerangka kerja sama tersebut.
            Hingga sampai
saat ini sudah 12 Negara resmi bergabung dalam TPP ini, diantaranya; Amerika
serikat, Australia, Brunei, Kanada, Chilli, Jepang, Malaysia, Meksiko, New
Zealand, Peru, Singapura, dan Vietnam. Negara-negara tersebut berdasarkan
jumlah GDP nya berhasil mewakili 40% GDP secara global dengan total penduduk
kurang lebih sebanyak 783 juta penduduk (Irfan Fergusson, 2011)
            Tepat pada
tanggal 27 Oktober silam, Presiden Jokowi dalam kunjungan kenegaraannya
ke Negeri Paman Sam, beliau menyampaikan niatnya untuk bergabung ke dalam
TPP.  Hal tersebut bukanlah hal yang
asing, karena faktanya Indonesia sudah beberapa kali ditawari untuk ikut bergabung
dalam TPP ini semenjak masa pemerintahan Presiden SBY. Namun, Indonesia
masih abu-abu dalam memberikan jawabannya untuk
bergabung atau tidak dikarenakan bayaknya faktor yang kurang mendukung Indonesia
untuk ikut serta ke dalam TPP pada saat itu..
            Ibarat pisau
bermata dua, TPP ini juga memiliki dua sisi yang berlainan. Di satu sisi
Indonesia akan mendapatkan keuntungan dan di sisi lain Indonesia juga akan
mendapatkan kerugian. Jika kita putar lensa kita untuk melihat pada keuntungan
yang akan di dapatkan oleh Indonesia, sudah barang tentu Indonesia akan
mendapatkan pembebasan tarif saat melakukan ekspor barang ke Negara anggota
TPP tersebut. Selain itu, keuntungan lain yang akan didaptkan Indoensia adalah
Hak Kekayaan Intelektual yang memebrikan hak bagi pemilik hak cipta, paten,
atau merk dagang lainnya menegaskan bahwa hanya si pemilik hak paten lah yang
berhak menggunakan inovasinya tersebut, sementara pihak lain baru diizinkan
menggunakan hak kekayaan intelektual tadi setelah membayar royalti kepada
pemilik hak cipta. Hematnya tidak ada lagi kasus pembajakan dan pemalsuan merk
dagang.
            Sementara
jika kita membalikkan lensa kita untuk melihat kerugian yang akan didapatkan
oleh Indonesia itu sendiri diantaranya Indonesia sudah pasti akan
kebanjiran barang dan jasa dari luar negeri tanpa bisa ditangkal, sementara ekspor Indonesia dikhawatirkan justru tidak akan bisa menembus pasar luar
negeri karena masih rendahnya mutu dan kualitas barang yang dihasilkan oleh
produsen dalam negeri. Kemudian, berbicara mengenai Hak Kekayaan Intelektual,
dalam dunia kesehatan Indonesia akan terguncang karena melalui kebijakan
control Hak Kekayaan Intelektual tadi, perusahaan obat generic akan gulung
tikar karena hak mereka akan dibatasi oleh perusahaan obat besar yang sudah
memiliki hak paten tadi. Sekedar informasi bahwa sampai saat ini Indonesia
masih masuk ke dalam jajaran terbesar Negara yang menggunakan obat-obatan
generik setelah Negara China. Kemudian, dalam fakta perjanjian TPP ini semua
Negara diharuskan untuk menderegulasi semua aturan yang menghambat kebebasan
berinvestasi , termasuk menghilangkan hak-hak buruh dan proteksi lingkungan.
Semua anggota TPP harus mengikuti semua konsesus yang dibentuk dalam rapat
anggota Negara-negara anggota TPP. Tentu saja hal ini sangat merugikan
Indonesia karena Indonesia akan kehilangan kedaulatannya sebagai Negara yang
merdeka.
            Ada
baiknya Indonesaia tidak tergesa-gesa untuk bergabung dalam TPP ini. Karena
masih banyak yang harus dibenahi. Misalnya memperbaiki daya saing ekonomi
nasional secara umum, kemudian ditambah dengan mempersiapkan mental
kompetensi bagi para produsen agar mampu meningkatkan kualitas produk yang di
hasilkan. Di tambah lagi sebenarnya TPP ini masih belum banyak mendapat sorotan
dan kajian yang komprehensif dari para ahli ekoomi Indoensia mengenai dampaknya
dikemudian hari bagi Indonesia. alangkah baiknya Indonesia mempersiapkan dan
menambah amunisi untuk menjadi pemenang dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN yang
sudah berjalan ini. (rf)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

casibom
güvenilir bahis siteleri