SEMINAR KALSIUM 3: “URGENSI TPP BAGI INDONESIA: BIBIT PELUANG ATAU JARING ANCAMAN?”

Pada hari Selasa, 27 September 2016,
telah diselenggarakan Seminar Kalsium 3 (Kajian dan Diskusi Umum 3) yang
mengangkat tema tentang “Urgensi Trans Pacific Partnership (TPP) bagi Indonesia:
Bibit Peluang atau Jaring Ancaman?”. TPP merupakan Kemitraan Trans-Pasifik yang
berujuan mendorong liberalisasi negara-negara di Asia-Pasifik. Dalam seminar
tersebut terdapat moderator yaitu Herlitah M.Ec.Dev selaku Dosen Fakultas
Ekonomi, dengan dua narasumber, yaitu Dr. Rizal Affandi Lukman (Deputi Bidang
Koordinasi Kerja Sama Ekonomi Internasional, Kementrian Koordinator Bidang
Perekonomian), dan Dr. Siswo Pramono LLM., (Kepala Badan Pengkajian dan
Pengembangan Kebijakan, Kementrian Luar Negeri).
            Dalam
seminar tersebut masing-masing narasumber memaparkan materinya. Dalam
pemaparannya, Dr. Rizal Affandi Lukman menjelaskan mengenai apa itu TPP serta
bagaimana dampaknya bagi Indonesia. Terdapat 5 fitur utama TPP, yaitu akses
pasar yang komprehensif, pendekatan regional terhadap komitmen, mengatasi
tantangan pedagangan baru, perdagangan inklusif serta platform integrasi
regional. Kawasan TPP merupakan kawasan yang strategis bagi Indonesia, karena
struktur perdagangan dan investasi asing Indonesia serupa dengan beberapa
negara berkembang di kawasan TPP. Jika Indonesia tidak bergabung dengan TPP,
maka akan timbul potensi pengalihan perdagangan dan investasi negara-negara
TPP, seperti pengalihan barang padat modal, pakaian, alas kaki, alat transportasi,
elektronika, investasi di sektor jasa dan manufaktur. Indonesia juga telah
melakukan perdagangan dengan 40% negara-negara yang tergabung dalam TPP. Hal
tersebut menunjukkan bahwa Indonesia memiliki hubungan yang erat dengan
beberapa negara yang telah tergabung dalam TPP.
            Dalam
kajian makro, terdapat beberapa poin hasil jika Indonesia bergabung dalam TPP,
yaitu pertumbuhan PDB diproyeksi akan meningkat 0,79%-0,87% pada tahun 2030,
neraca perdagangan mulanya akan mengalami defisit, namun dalam jangka panjang
membaik dan mencatatkan perubahan yang positif, ekspor akan mengalami
peningkatan sebesar 0,609%, dan stok modal secara komulatif akan naik sebesar
1,4% dari baseline. Jika Indonesia tidak bergabung dalam TPP maka poin hasilnya
yaitu, total kerugian dari sisi GDP USD 747 miliar, kesejahteraan akan hilang
sekitar USD 53 miliar hingga tahun 2030, ekspor Indonesia akan mengalami
penurunan sebesar 0,052%, serta stok modal secara komulatif akan turun sebesar
0,84% dari baseline.
            Setelah
kajian makro, maka terdapat pula kajian dari sisi perdagangan. Poin hasil jika
Indonesia bergabung dengan TPP, yaitu menciptakan peluang baru sebesar USD 2,9
miliar untuk Indonesia, menyelamatkan pembayaran tarif sebesar 1,3 miliar bagi
eksportir Indonesia, menambah diversifikasi tujuan dan produk ekspor Indonesia,
meningkatkan impor sebesar USD 3.8 miliar, dan mempertahankan neraca
perdagangan surplus terhadap negara-negara TPP. Namun, jika Indonesia tidak
bergabung maka poin hasil kajiannya yaitu, Indonesia kehilangan potensi pasar
ekspor baru sebesar USD 2.9 miliar, pengalihan perdagangan/ekspor ke
nagara-negara TPP sebesar USD 306 juta, serta implikasi terhadap necara
perdagangan yang tidak besar.
            Selain
itu, Dr. Siswo Pramono LLM., juga menjelaskan mengenai TPP bagi Indonesia.
Beliau mengatakan bahwa Indonesia saat ini sedang melakukan kajian mendalam
mengenai rencana Indonesia untuk bergabung dengan TPP. Kajian yang dilakukan
oleh Komite Nasional untuk mengkaji TPP belum selesai dilakukan, karena banyak
hal yang harus dipertimbangkan oleh Indonesia, termasuk keberadaan
negara-negara TPP yang menjalin kerja sama perdagangan serta adanya investor
dari negara-negara tersebut yang melakukan investasi di Indonesia. Terdapat
beberapa potensi keuntungan yang didapat oleh Indonesia dari TPP, diantaranya
akses pasar yang baik dengan negara-negara yang bergabung dalam TPP,
terintegrasi secara global, booster bagi reformasi domestik untuk meningkatkan
daya saing dan produktivitas. Potensi biaya yang muncul, yakni proyeksi dari
Kementrian Pertanian: defisit sebesar US$ 1,1 miliar, peningkatan kemiskinan
sebesar 0,04%, kehilangan pendapatan negara sebagai tarif yang akan berkurang
secara signifikan.
Haruskah Indonesia bergabung dengan
TPP?

            Beberapa
pertimbangan mengenai rencana Indonesia untuk bergabung dengan TPP masih dalam
pengkajian oleh Komite Nasional untuk TPP. Terlepas dari akses Indonesia
terhadap TPP, seluruh pemangku kepentingan sepakat bahwa Indonesia harus secara
signifikan meningkatkan daya saing nasional. Biaya dan manfaat Indonesia
sebagai hasil bergabung dengan TPP tergantung kepada fleksibilitas yang
Indonesia dapatkan melalui negosiasi tersebut. Kajian yang komprehensif dan
menyeluruh dibutuhkan untuk memastikan Indonesia mendapat manfaat yang maksimum
jika bergabung dengan TPP, serta untuk memformulasikan kebijakan yang ditempuh
Indonesia jika memutuskan untuk bergabung dalam TPP sehingga perekonomian
Indonesia tetap kompetitif di kawasan regional dan internasional. (SWP)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *