Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI) menyebut Presiden Joko Widodo sebagai the king of lip service. Ketua BEM UI, Leon Alvinda Putra menyebut pernyataan itu sebagai bentuk kritikan kepada pemerintah. Melalui akun @BEMUI_Official, organisasi kampus itu secara blak-blakan menyebut Presiden Jokowi sebagai the king of lip service.
“Itu bentuk kritis kami jadi itu dibuat oleh brigade (organ taktis) di bawah BEM UI. Itu bentuk kritik bahwa banyak selama ini pernyataan Presiden yang kemudian tidak sesuai dengan realita atau pelaksanaannya,” kata Leon kepada Bisnis.com, Minggu (27/6/2021).
“Sebenarnya infografis yang dibuat oleh brigade UI, organ taktis di bawah BEM UI, itu kami ingin mengingatkan bapak Presiden kita untuk bisa memastikan perkataan-perkataan yang beliau sampaikan sesuai dengan realita di lapangan.”
“Kami melihat banyak sekali kontradiksi antara perkataan beliau dengan apa yang terjadi di lapangan,” ucap Leon, dikutip dari tayangan Kompas TV, Minggu (27/6/2021).
Salah satu perkataan Jokowi tak sesuai dengan realita menurut Leon, yakni ucapan Jokowi yang rindu didemo. Lanjut Leon, kenyataannya banyak aksi represif dilakukan kepada mahasiswa saat melakukan aksi demo.
Misalnya, data dari kontraS yang dikutip BEM UI, sebanyak 1.500 laporan kekerasan aparat kepada pendemo tolak UU Cipta Kerja terjadi. Belum pada demo lain yang kerap berujung penangkapan dan penghalangan bantuan hukum.
“Semua mengindikasikan bahwa perkataan yang dilontarkan tidak lebih dari sekadar bentuk ‘lips service’ semata. Berhenti membual, rakyat sudah mual!” tulis akun BEM UI.
Ia juga mencontohkan, aksi demo mahasiswa ketika peringatan Hari Buruh 1 Mei.
“Misalnya, pertama, terkait pernyataan bahwa beliau rindu didemo. Sayangnya, banyak sekali represifitas yang terjadi ketika kami melakukan demo.”
“Contohnya, pada tanggal 1 Mei lebih dari 160 mahasiswa mengalami represifitas ketika melakukan aksi hari buruh di jakarta,” jelas Leon.
Direktur Eksekutif ICJR, Erasamus Napitupulu menilai UI tidak bisa dikenakan Undang-Undang ITE pasal 27 ayat 3 terkait Penghinaan.
“27 ayat 3, bagaimana UI bisa kena enggak? Kalau pakai pedoman Kominfo enggak bisa kena, karena yang disampaikan UI penyampaian pendapat, kritik terhadap pejabat,” katanya dalam webinar ‘SKB UU ITE: Solusi Kriminalisasi Kriminal atau Ilusi Revisi?’ pada Selasa, 29 Juni.
Lalu, Presiden Jokowi harus melapor sendiri jika merasa dihina. Dia bilang, kritikan UI juga mengkritik Jokowi sebagai Presiden.
“Kedua, Pak Presiden harus lapor sendiri, Pak Jokowi harus ngelapor dia karena yang diserangkan, andai ya diserang ya individunya. Ketiga, yang diserang itu Presiden bukan Pak Jokowi,” ucapnya.
Lebih lanjut, kata dia, Jokowi bisa melaporkan ke penegak hukum bila memakai pasal 310 dan 311 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang Penghinaan. Namun, kritikan kepada Presiden tidak serta merta dipidana bila untuk membela kepentingan umum. “Pak Jokowi bisa melapor kalau kena Pasal 310-311 (KUHP), Presiden gak bisa ngelapor dalam konteks itu karena pasal 27 ayat 3 (UU ITE) ini menyambung dengan pasal 310 (KUHP), tidak dituntut pidana kalau berhubungan kepentingan umum dan urusan kritik Presiden itu urusan kepentingan umum,” jelasnya.
(ZYA/UKH)
You may also like
-
Langkah Sederhana untuk Lingkungan Tanpa Polusi
-
WORLD CUP DREAMS ALIVE? Indonesia Jumps 5 Spots in FIFA Rankings!
-
Memaksimalkan Potensi Black Friday untuk UMKM: Strategi Jitu Meningkatkan Penjualan
-
Recharge Sebelum Tahun Baru: 5 Manfaat Self-Care yang Wajib Kamu Tahu
-
Mengelola Keuangan Pribadi di Era Digital: Tips Memanfaatkan Platform Keuangan Digital