Jilbabers; Simbol Agamis Kampus UNJ

“Gue serasa di pesantren deh!”, seru seorang gadis saat pertama kali menginjakkan kaki di Universitas Negeri Jakarta. “Banyak banget ya disini yang jilbaban”, lanjutnya sembari meyeruput habis teh kotak yang tadi dibelinya. Sepertinya ia sangat kehausan setelah menempuh perjalanan yang cukup panjang hingga sampai ke kampus pendidikan itu.
Seperti itulah kesan pertama yang didapat oleh Bella, mahasiswi Universitas Trisakti Jurusan Manajemen Perkapalan yang hari itu sedang mengunjungi kampus Universitas Negeri Jakarta bersama temannya. Ternyata tidak hanya dia yang berkomentar demikian, seorang temannya yang lain juga mengeluarkan komentar yang tidak jauh berbeda. Tidak mengherankan jika mereka dan siapapun yang baru pertama kali mengunjungi UNJ berpendapat demikian, karena mayoritas mahasiswi disana memang memakai jilbab.

Jilbabers -sebutan untuk para wanita yang memakai jilbab- akan sangat mudah ditemukan di setiap sudut Kampus UNJ. Apalagi ketika kita menyambangi Masjid Alumni, sebuah masjid berukuran cukup besar yang berdiri megah di tengah kampus itu, kita akan banyak melihat para jilbabers disana. Ada yang tengah selesai mendirikan shalat, ada yang sekedar duduk-duduk di dalam masjid, ada juga yang kadang berdiskusi di koridor masjid.

Sekelompok jilbabers yang saat itu tengah mengobrol di koridor masjid, mengemukakan alasan saat ditanya apa alasan mereka hingga memutuskan untuk memakai jilbab, berbagai macam jawaban pun terlontar dari mulut mereka.

“Gue sih awalnya karena disuruh nyokap pas SMA, tapi lama-lama gue jadi betah dan nyaman pake jilbab”, cerita Afianty, mahasiswi UNJ Jurusan Tata Boga.

Lain halnya dengan yang diungkapkan Anna berkaitan dengan latar belakanganya memakai jilbab. Mahasiswi Jurusan Manajemen yang berasal dari Nangroe Aceh Darussalam ini, awal memakai jilbab karena di kampung halamannya, para wanita muslimah memang diwajibkan memakai jilbab. Namun hingga saat ini walau ia telah hijrah ke Jakarta, ia tetap tidak menanggalkan jilbabnya itu.
“Udah kebiasa sih”, lontarnya.

Apapun alasan para jilbaber UNJ ini, sebenarnya mereka telah menjalankan perintah Allah yang tertuang dalam Surat Al Ahzab ayat 59, “Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka…” (Al Ahzab: 59) dan Surat An Nuur ayat 31 “…Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau…”(An Nuur : 31). Ayat tersebut dengan jelas menerangkan bahwa bagi muslimah, berjilbab adalah suatu kewajiban, bukan pilihan.

Merasa menjadi muslimah sejati, merasa lebih aman, dan lebih dihargai oleh orang lain-terutama kaum lelaki- adalah berbagai jawaban yang diutarakan oleh para jilbaber saat ditanyai apa manfaat yang mereka rasakan setelah memakai jilbab. Banyak dari mereka pula yang mengatakan bahwa jilbab telah dan sangat berhasil mengubah mereka jadi pribadi yang lebih baik. Karena secara tidak langsung jilbab telah membuat mereka menyesuaikan perilaku dengan jilbabnya.

Banyak orang beranggapan bahwa memakai jilbab akan membatasi aktivitas seseorang. Namun hal ini dibantah dengan tegas oleh Ria, Jilbabers jurusan D3 Akuntansi. Dia mengatakan bahwa memakai jilbab, bukan berarti aktivitas dibatasi, namun jilbab membuat perilaku seseorang menjadi lebih terarah dan tetap berada dalam kendali syariah. “Lihat saja di luar sana, banyak kan wanita berjilbab yang berprestasi tinggi?”, lanjutnya bersemangat.

Mengenai komunitas, setelah ditelisik lebih jauh, para jilbaber UNJ yang sering bergerombol ini ternyata tidak mempunyai komunitas khusus. Perasaan mempunyai hubungan saudara sesama muslim dan kesamaan karakterlah yang membuat mereka kadang berkumpul bersama. Memang, beberapa dari mereka kadang terlibat dalam suatu diskusi tentang keagamaan. Tidak jarang pula diskusi itu diisi dengan kegiatan saling sharing. Diskusi itu mereka lakukan di dalam atau koridor Masjid Alumni.

Sangat adem hati ini ketika menginjakkan kaki di UNJ dan melihat para jilbaber yang berseliweran disana-sini. Disadari atau tidak, jilbabers ini telah menjadi simbol dari sisi agamis kampus UNJ. Mereka juga setidaknya berhasil menepis paradigma miring tentang mahasiswi jaman sekarang. Tentu saja jilbab bukan menjadi satu-satunya indikator ketakwaan dan perilaku seseorang. Tetapi jilbab menjadi salah satu realisasi amaliyah dari keimanan kita. Karena iman memang harus dibuktikan dengan amal, dimana akhirnya amal tersebut akan menunjukkan sisi ketakwaan kita. (Andini Nova)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

news
da pa checker
1xCasino
jojobet giriş