SOSOK KARTINI MASA KINI

Oleh: Friska Novia
Sebelum
kita memulai artikel yang bertemakan tentang “ SOSOK KARTINI MASA KINI “,
pastinya kita merasa sudah tidak asing lagi mendengar Nama “Kartini“. Tentu
saja kita mengetahui siapa Kartini itu. Kartini adalah seorang pahlawan atau
pejuang masa lalu bagi kaumnya. Kartini adalah sosok inspiratif  bagi kaum wanita saat ini. Jika kita melihat
atau sekedar pernah mendengarkan cerita sejarah saat kita duduk di bangku
sekolah dasar, mungkin kita bisa menceritakan kembali, bahwasanya perjuangan
seorang kartini tidaklah mudah dan dianggap enteng oleh banyak orang.
Ia memperjuangkan dimana perempuan
mempunyai hak yang sama di mata lelaki serta menggulingkan budaya partiarkhi.
Kita ketahui pada zaman tersebut memegang erat budaya partiarkhi. Apakah budaya
partiarkhi tersebut? Budaya partiarkhi adalah budaya dimana lelaki mempunyai
kedudukan (kekuasaan tertinggi) dari wanita. Laki-laki sebagai pemimpin atau
kepala keluarga memiliki otoritas yang meliputi kontrol terhadap sumber daya
ekonomi, dan suatu pembagian kerja secara seksual dalam keluarga. hal ini
menyebabkan wanita memiliki akses yang lebih sedikit di sektor publik
dibandingkan lelaki.
Kalau kita melihat pada zaman kartini,
dan mendengar “perempuan“ pasti pikiran kita telah tertuju kepada persoalaan
gender, rendahnya untuk mengambil pendidikan, persoalan pelecehan, dan
sebagainya. Dan disinilah kartini memperjuangkan perempuan agar mempunyai hak
dan tidak terbelakang sehingga perempuan pantas untuk dipandang dan di hargai.
Budaya permpuan pada masa lalu seperti kita ketahui yaitu perempuan tidak
diperbolehkan untuk berpendidikan tinggi karena ahkir dari seorang wanita ialah
hanya untuk memasuki ruang lingkup dapur (memasak), pergi ke sumur (mencuci
pakaian atau piring), dan kasur (untuk melayani suami). Bahkan ada orang yang
berpendapat bahwa “perempuan jika siang
hari berperan sebagai pembantu, sedangkan pada malam hari sebagai “penghangat”
tubuh suami
“.
Jadi tentu saja kita bisa paparkan dari
maksud perkataan tersebut bahwa perempuan hanya berperan pembantu dan ketika perempuan
tersebut mempunyai seorang suami, ia hanya memenuhi kebutuhan seksual suaminya
tersebut. Sungguh betapa mirisnya zaman saat kartini dahulu. Mirisnya nasib
perempuan pada masa lalu seharusnya bisa dijadikan pelajaran penting bagi
perempuan era modern sekarang ini, sudah seharusnya lah perempuan pada masa
sekarang ini tidak lupa pada sejarah perjuangan Kartini.
Meskipun saat ini perempuan modern sudah
terbebaskan dari budaya partiarkhi, diperbolehkan untuk berpendidikan tinggi (yang
melahirkan seorang wanita karir, ibu yang hebat untuk naka-anaknya kelak)
namun, saat ini masih ada saja wanita yang belum mendapatkan haknya. Persoalan
kekerasan, pelecehan seksual dominasi laki-laki atas perempuan masih akan kita
temui pada era masa kini, pada sektor kehidupan perempuan kadang masih harus
menanggung beban kerja ganda pemerataan terhadap pendidikan, akses yang sama
pada sektor publik masih menjadi tuntutan yang belum maksimal terpenuhi bagi
perempuan pada era masa kini.pemerataan terhadap pendidikan, akses yang sama
pada sektor publik masih menjadi tuntutan yang belum maksimal terpenuhi bagi
perempuan pada era masa kini.
Dan hasilnya adalah bahwa perjuangan
wanita untuk hidup sama dengan laki-laki, masih menjadi suatu harapan bagi kaum
wanita. Maka pantaslah posisi perempuan dalam kajian era modern sekarang ini
menjadi sorotan dari berbagai kalangan. Bahkan perempuan modern saat ini sudah
banyak yang mulai mendidik anak-anaknya dengan norma androgini, yakni
norma lelaki dan perempuan yang memberikan kesempatan kepada anak untuk
mengembangkan hal-hal lain pada dirinya, tanpa dibatasi stereotipe peran yang
berlaku.
Melalui norma ini, anak laki-laki bisa
mengekspresikan kelembutan dan anak perempuan bisa mengekspresikan keberanian. Memang
kita harus diakui, pandangan semacam itu tidak selamanya negatif. Setidaknya,
nilai etika, kesetiaan, kelembutan, dan keharmonisan merupakan nilai positif
yang terpancar dari sosok perempuan sebagaimana tergambar dalam Serat Centhini
(segala macam ilmu pengetahuan dan kebudayaan Jawa, agar tak punah dan tetap
lestari sepanjang waktu). Pertanyaan yang sering muncul ialah bagaimana
mewujudkan sosok perempuan yang tidak kehilangan identitasnya atau jati diri di
tengah-tengah kuatnya arus transformasi budaya di era modern? Tentu saja, kita
sebagai perempuan haruslah bersikap mandiri, kreativ, profesional dan bisa
menepati dimana kita  bisa menepatkan
peran kita sebagai ibu atau lainnya.

Dengan demikian, wanita memiliki andil
setara dengan pria dalam menggapai kesempurnaan diri dari seluruh aspeknya,
karena ruhani manusia tidak memiliki label jenis kelamin. Artinya, hakikat
kemanusiaan bukanlah pria dan bukan pula wanita. Melainkan, sejauh mana
aktualisasi potensi kemanusiaanlah yang menjadi ukuran derajat manusia di sisi
Sang Pencipta. Dan tentu saja kartini masa kini tidak lain ialah ibu (Amak,
Mama, Umi)  kita sendiri. Ibu yang
menjadi panutan anak-anaknya dan bisa menjalankan kewajiban sebagai ibu rumah
tangga, seorang istri dan wanita karir dengan seimbang.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

news
da pa checker
1xbet giriş
jojobet giriş
meritking