KADAL 110: Hari Dihardiknya Pendidikan Nasional

Yadiva
Nicauri ( Staff Subdepartemen Litbang EC Proaktif )
Di zaman era
modern ini, pendidikan merupakan hal yang sangat penting untuk keberlangsungan
hidup di masa depan. Ujian nasional (UN) adalah sistem evaluasi standar
pendidikan dasar dan menengah secara nasional dan persamaan mutu tingkat
pendidikan antar daerah yang dilakukan oleh pusat penilaian pendidikan, sejak
tahun 2005 sudah digunakan sebagai acuan pemerintah maupun sekolah-sekolah
diseluruh Indonesia untuk menyaring siswa–siswinya. Semakin besar nilai ujian
nasional yang diraih semakin tinggi pula kesempatan untuk masuk ke sekolah yang
bermutu tinggi.
Evaluasi yang
menetapkan angka minimal untuk kelulusan dengan hanya menguji beberapa mata
pelajaran sekolah dan pengalaman awal pemberlakuan UN yang menunjukan banyak
kegagalan pelajar menjadikan para pelajar se Indonesia, para pendidik, dinas
pendidikan dan lembaga-lembaga pendidikan menjadi ketakutan. Para pelajar
ketakutan tidak lulus, para pendidik dan lembaga pendidikan ketakutan prestis
sekolahnya menurun jika banyak murid yang gagal, dan dinas pendidikan takut
dicap kualitas pendidikan di daerahnya rendah jika banyak sekolah yang gagal.
Akhirnya semua bersepakat untuk melaksanakan UN yang penuh dengan kebohongan.
Hal tersebut
dimanfaatkan oleh beberapa oknum tertentu untuk merauk keuntungan yang sebesar–besarnya,
yaitu dengan menjual Kunci Jawaban (KJ) dari soal-soal ujian nasional terlepas
dari asli atau palsu, siapapun bisa membeli maupun menjual kunci jawaban
tersebut, ini merupakan sebuah praktik memalukan yang sama sekali tidak
mencerminkan kita sedang melaksanakan agenda pendidikan. Substansi ujian
nasional tidak lagi dianggap sesuai spiritnya tetapi malah sudah dicap tidak
sakral lagi karena diikuti oleh kecurangan-kecurangan.
Bedasarkan
laporan liputan dari Soni Ariawan masalah pun timbul pada saat hari pelaksanaan
ujian nasional, terlambatnya distribusi soal sangat mempengaruhi jadwal
pelaksanaan bahkan penundaan beberapa hari. Ketika hari H pelaksanaan sempat
ditunda beberapa jam karena kekurangan soal sehingga harus digandakan terlebih
dahulu, siswa yang menjadi objek inipun menjadi korban.
Yang menarik
untuk dikritisi adalah pemerintah Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, hanya meminta
maaf melalui media dengan menjawab jawaban teknis, padahal Ujian nasional
merupakan sebuah momentum untuk berpikir kembali menata ulang sistem pendidikan
di Indonesia khususnya pola ujian nasional apakah tetap dijadikan sebagai
indicator kelulusan atau hanya sebatas pemetaan wilayah. Warga Indonesia
berharap adanya pihak yang bertanggung jawab secara formal agar kejadian
seperti ini tidak terulang lagi sehingga menjadi sebuah kebiasaan.
Pada berita
Koran cetak Kompas hari Minggu tanggal 3 April 2011, dikatakan bahwa peringkat pendidikan
Indonesia di dunia merosot dari 65 bergeser menjadi 69. Walaupun penilaian ini
selalu diperdebatkan, hal ini tetap harus menjadi kajian bagi sistem pendidikan
yang berlaku dan kita semua ikut bertanggung jawab dalam proses perbaikan
kualitas pendidikan bangsa, kualitas pendidikan akan sangat mempengaruhi masa
depan Indonesia.
Jika kita
secara bersama-sama tidak ingin berusaha untuk memperbaiki sistem pendidikan
secara menyeluruh dan berkelanjutan, jika sistem pendidikan dikembangkan hanya
dengan angka-angka yang tertulis diatas kertas, dan jika dunia pendidikan
dijalankan dengan berpijak pada ketakutan serta kebohongan, maka perwujudan
sistem pengajaran nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak
mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa (Pasal 31 ayat 3) hanya akan
menjadi khayalan belaka.-YN

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *