RCTI dan iNews mengajukan gugatan terhadap UU Penyiaran yang mengatur layanan streaming over the top (OTT) seperti Netflix dan YouTube. Adapun UU yang digugat oleh RCTI dan iNews adalah Pasal 1 angka 2 di dalam UU Penyiaran, yang berbunyi “Penyiaran adalah kegiatan pemancarluasan siaran melalui sarana pemancaran dan/atau sarana transmisi di darat, di laut atau di antariksa dengan menggunakan spektrum frekuensi radio melalui udara, kabel, dan/atau media lainnya untuk dapat diterima secara serentak dan bersamaan oleh masyarakat dengan perangkat penerima siaran.”
RCTI dan iNews merasa dirugikan dengan ketentuan dalam Pasal 1 angka 2 di dalam UU Penyiaran karena menurutnya terdapat perbedaan perlakuan terhadap penyiaran konvensional dan layanan streaming over the top (OTT). Pasal tersebut dinilai belum mengatur mengenai ketentuan siaran melalui internet. RCTI dan iNews meganggap pasal tersebut melanggar hak konstitusional mereka untuk diberikan kedudukan yang sama di dalam hukum.
Ketidakadilan yang dimaksud oleh pihak RCTI dan iNews yakni adanya keharusan untuk memenuhi beberapa persyaratan sebelum melakukan aktivitas penyiaran, sedangkan untuk layanan penyiaran yang menggunakan internet, persyaratan tersebut belum berlaku. Beberapa syarat tersebut antara lain: (i) asas, tujuan, fungsi dan arah penyiaran di Indonesia; (ii) persyaratan penyelenggaraan penyiaran; (iii) perizinan penyelenggaraan penyiaran; (iv) pedoman mengenai isi dan bahasa siaran; (v) pedoman perilaku siaran; dan (vi) pengawasan terhadap penyelenggaraan penyiaran. Contoh lainnya adalah iNews dan RCTI harus mengikuti aturan dalam Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Penyiaran (P3SPS) untuk membuat suatu siaran.
Menurut RCTI dan iNews, layanan streaming OTT seharusnya masuk kategori siaran. Oleh karena itu, berbagai macam layanan streaming OTT seperti Netflix dan YouTube seharusnya masuk dalam aturan penyiaran.
RCTI dan iNews meminta Pasal 1 angka 2 UU Penyiaran direvisi menjadi “Penyiaran adalah (i) kegiatan pemancarluasan siaran melalui sarana pemancaran dan/atau sarana transmisi di darat, di laut atau di antariksa dengan menggunakan spektrum 12 frekuensi radio melalui udara, kabel, dan/atau media lainnya untuk dapat diterima secara serentak dan bersamaan oleh masyarakat dengan perangkat penerima siaran; dan/atau (ii) kegiatan menyebarluaskan atau mengalirkan siaran dengan menggunakan internet untuk dapat diterima oleh masyarakat sesuai dengan permintaan dan/atau kebutuhan dengan perangkat penerima siaran.”
Menurut Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), dampak dari gugatan RCTI dan iNews apabila disetujui maka akan berimbas kepada fitur siaran di media sosial seperti Instagram TV, Instagram Live, dan Facebook Live. Hal tersebut mengakibatkan pemilik media sosial harus memiliki izin apabila ingin melakukan siaran langsung. Inilah yang kemudian membuat gugatan RCTI dan iNews ramai dibicarakan di khalayak luas serta menuai banyak kontra. Netizen menganggap gugatan ini mematikan kreativitas para pengguna media sosial.
Namun, kritikan dari netizen ini dibantah oleh pihak MNC Group. Dilansir melalui detik.com, Christophorus Taufik selaku Corporate Legal Director MNC Group mengatakan sama sekali tidak berniat mematikan kreativitas pengguna media sosial. Gugatan tersebut justru ditujukan agar UU penyiaran bersinergi dengan undang-undang lainnya guna mendorong kesetaraan dan tanggungjawab moral bangsa.
Kenyataannya, alasan moral bangsa ini menjadi bumerang untuk pihak RCTI dan iNews. Netizen mengkritik alasan ini dengan mengatakan justru tayangan RCTI yang dianggap tidak membangun moral bangsa. Bagaimana tanggapan dari kalian sendiri? (TD/MSA)
You may also like
-
Awali Bulan dengan Produktif: Cara Efektif Menyusun Jadwal
-
Management Event: Talkshow Prestasi 2024
-
International Community Service//DIGITAL SKILLS WORKSHOP FOR ADULTS: MASTERING THE BASICS OF TECHNOLOGY IN THE DIGITAL AGE
-
Simak Rangkaian Kegiatan PAS 1 PKKMB E&A 2024
-
PKKMB UNJ 2024/2025 jadi Momen Bersejarah dengan UNJ Resmi Berstatus PTNBH