Mengenal Lebih Dalam Sejarah Buku di Indonesia

Sebelum adanya digitalisasi seperti saat ini, di mana manusia dapat mengakses informasi dan ilmu pengetahuan dengan cepat dan mudah, buku menjadi sarana bagi masyarakat untuk mencari berbagai ilmu pengetahuan dan informasi. Pada masa perkembangannya, buku tak langsung menjelma bentuknya seperti bentuk buku yang dapat kita nikmati sekarang ini. Buku pernah mengalami masa perkembangannya dari waktu ke waktu.

Dikutip dari Wikipedia, Buku adalah kumpulan/himpunan kertas atau bahan lainnya yang dijilid menjadi satu pada salah satu ujungnya dan berisi tulisan, gambar, atau tempelan. Setiap sisi dari sebuah lembaran kertas pada buku disebut sebuah halaman. Dilansir dari beberapa sumber, buku di Indonesia awalnya terbuat dari gulungan daun lontar. Daun lontar yang telah ditulis, lalu dijilid untuk membentuk sebuah buku. Seiring dengan berkembangnya zaman, buku mulai mengalami perubahan secara signifikan.

Pada saat kapankah Indonesia mulai mengenal buku? Sejarah mencatat bahwa buku pertama lahir pada abad ke-9, yaitu lahirnya serat Ramayana. Serat Ramayana adalah kisah klasik dari India. Pada saat itu, Nusantara berada dalam pengaruh Hindu. Buku Ramayana itu ditulis dengan syair tembang. Ada beragam serat yang ditulis yang menyadur kisah-kisah dalam sastra India, seperti Mahabharata, Bharatayuddha, dan lain-lain.

Sumber gambar: Kompas.com

Pada zaman penjajahan Belanda, semua penerbitan buku dikuasai penuh oleh pemerintah Belanda. Salah satu bentuk kekuasaannya adalah munculnya lembaga Komisi Bacaan Rakyat yang didirikan oleh pemerintah Hindia Belanda pada tanggal 14 September 1908 sebagai masukan untuk Direktur Pendidikan dalam memilih buku yang baik sebagai bacaan untuk anak-anak di sekolah dan juga bacaan rakyat pada umumnya. Komisi Bacaan Rakyat kemudian berubah nama menjadi Balai Poestaka pada tanggal 22 September 1917. Tujuan didirikannya Balai Poestaka awalnya adalah untuk mengembangkan bahasa daerah pertama di Hindia Belanda, seperti Bahasa Sunda, Bahasa Jawa, Bahasa Madura, dan Bahasa lainnya.

Setelah runtuhnya pemerintahan orde baru maka beralihlah ke masa reformasi, kebebasan dalam berbagai bidang mulai dari sosial, politik, ekonomi, hingga politik perbukuan semakin terbuka. Titik tersebut berawal ketika pemerintah mencabut peraturan Surat Ijin Usaha Penerbitan Pers pada masa itu. Oleh karena itu, lahirlah penerbit-penerbit baru dan penulis yang menciptakan buku-buku dalam berbagai jenis dan tema.

Pada era modern seperti saat ini, teknologi yang semakin berkembang dan selalu membawa inovasi dan terdapat cara baru bagi manusia untuk membaca buku. Saat ini sudah banyak masyarakat yang beralih membaca buku secara fisik berubah menjadi membaca buku elektronik. Banyak buku-buku berbentuk pdf atau e-book yang dapat dengan mudah diunduh di internet oleh masyarakat. (SYK/NAD)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

casibom
güvenilir bahis siteleri