Bermula dari pandemi COVID-19 hingga perang yang terjadi antara Rusia dengan Ukraina, menyebabkan keadaan dunia saat ini begitu mengerikan. Krisis datang silih berganti, mulai dari kesehatan, energi, pangan, hingga keuangan. Keadaan tersebut bahkan dapat membuat suatu negara bangkrut jika fundamental domestik tidak dijaga dengan baik, terutama kondisi keuangan negara.
Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede, mengatakan bahwa ciri suatu negara dapat dikatakan bangkrut ketika negara tersebut tidak mampu membayar utang.
Sri Lanka menjadi negara terburuk yang mengalami krisis ekonomi sejak memerdekakan diri dari Inggris pada tahun 1948. Perdana Menteri Sri Lanka, Ranil Wickremesinghe, angkat bicara mengenai penyebab negaranya menjadi bangkrut. Ranil mengungkapkan bahwa krisis ekonomi yang terjadi di Sri Lanka merupakan akibat dari utang luar negeri yang cukup besar, yakni senilai 51 miliar dolar AS atau sekitar Rp754,8 triliun (asumsi kurs Rp14.800 per dolar AS). Merasa tidak dapat mengatasi situasi tersebut, satu persatu menteri hingga jajaran kabinet Sri Lanka mengundurkan diri.
Lalu, apa saja penyebab Sri Lanka terpuruk dalam krisis ekonomi? Dilansir dari Kompas TV, berikut penyebab Sri Lanka terpuruk dalam krisis ekonomi.
Kurang Tepat dalam Mengurus Perekonomian Negara
Negara yang dikenal sebagai Mutiara dari Samudera Hindia ini, lebih memilih fokus dalam menyediakan barang pasar domestik daripada mengekspor. Hal tersebut membuat tagihan impor lebih tinggi daripada pendapatan ekspor.
Banyak Proyek Mewah yang Terbengkalai
Sri Lanka melakukan peminjaman kepada China untuk proyek infrastruktur yang menghabiskan banyak uang sehingga menambah utang negara.
Efek Pandemi
Sektor pariwisata merupakan penghasil mata uang asing terbesar di Sri Lanka. Namun, adanya pandemi COVID-19 memengaruhi pariwisata serta kedatangan turis asing yang biasanya berkunjung ke Sri Lanka.
Larangan Impor Pupuk
Sri Lanka memiliki kebijakan dilarang mengimpor pupuk kimia dan menganjurkan petani menggunakan pupuk organik produk lokal. Akibatnya, ketika para petani mengalami gagal panen, maka pemerintah Sri Lanka harus menambah stok makanan dari luar negeri. Hal ini yang menyebabkan kondisi kekurangan mata uang asing di Sri Lanka semakin parah.
Meskipun demikian, Josua Pardede menyebutkan ada dua cara yang dapat dilakukan suatu negara untuk bangkit dari keterpurukan. Pertama, meminta bantuan lembaga internasional IMF untuk memenuhi kebutuhan likuiditas dalam jangka pendek. Kedua, negara bangkrut dapat menjual aset untuk melunasi utang. Namun, perlu dihitung terlebih dahulu apakah sisa aset yang dimiliki cukup atau tidak untuk memenuhi seluruh pokok pinjaman beserta bunga utang. (AIV/SYA)
You may also like
-
Serba-Serbi Agenda Presiden Jokowi di IKN: Dinilai Sedang Menjawab Kritik Masyarakat?
-
iPhone 16 Resmi Meluncur, Netizen Gempar! Spek Dewa, Kamera Jernih, Siap Menguras Kantong?
-
Indonesia Mendidih, Masyarakat Dilanda Cemas Dampak dari “Heatwave”
-
Emosi Naik Turun Seperti Roller Coaster? Ini Rahasia Mahasiswa Tetap Waras di Tengah Kekacauan
-
Polemik Penggunaan E-Meterai dalam Pendaftaran CPNS 2024: Efisiensi atau Beban Baru?