Dengarkan Suara Milenial untuk Tuntaskan Polemik dalam Negeri!

Pada hari Minggu, 20 November 2022 tepatnya pukul 10.40 WIB, merupakan pelaksanaan dari Diskusi with Sosial Politik (DISWIPOL). DISWIPOL ini mengusung tema “Suara Milenial! Negeri Kita Berpolemik, Kita Harus Bagaimana?”. Kegiatan ini dihadiri oleh 4 pembicara, di antaranya:

  1. Ubedillah Badrun, seorang pengamat isu politik.
  2. Maulana Malik Ibrahim, seorang pegiat isu demokrasi.
  3. Delpedro Marhaen, merupakan perwakilan dari Blok Politik Polajar.
  4. Daniel Putra, seorang Kepala Bidang Perperokan dan Pengabdian BEM PNJ.

Acara ini dibuka dengan pembukaan oleh MC, yaitu Neti Rizmanisa Ramza dan David Al Habib. Dilanjutkan dengan pembacaan tilawah. Setelah itu, menyanyikan lagu Indonesia Raya. Acara dilanjutkan dengan sambutan oleh penanggung jawab DISWIPOL. Dilanjutkan dengan sambutan kepala department sospol BEM FE UNJ 2022, yaitu Iftakhullah Ghufron. Setelah itu, sambutan yang dilakukan oleh Ketua BEM FE UNJ 2022, yaitu Jose Tamarind. Acara berlanjut dengan pengenalan moderator DISWIPOL kali ini, yaitu Iftakhullah Ghufron yang merupakan Kepala Departemen Sospol BEM FE UNJ 2022.

Selanjutnya, terdapat sesi diskusi. Sesi diskusi ini diawali dengan pembukaan yang berupa penayangan video seputar hukum di Indonesia. Konsep diskusi kali ini berupa talk show. Di dalam diskusi ini juga ada beberapa pertanyaan yang dilontarkan oleh peserta dan dijawab dengan pengetahuan-pengetahuan yang lebih mendalam oleh para pembicara yang hadir dalam acara DISWIPOL.

Berbicara keadilan sama saja dengan membicarakan hak dan kewajiban. Ruang publik ataupun ruang diskusi perlu dibentuk agar mahasiswa tidak hanya mengetahui isu-isu politik melalui media sosial saja, di mana media sosial tersebut banyak sekali yang bersifat disinformasi agar dapat melihat gambaran secara umum dan langsung.

Seberapa bisa rezim sekarang mengimplementasikan keadilan di kehidupan masyarakat? Keadilan sosial adalah kebutuhan masyarakat. Tentu saja keadilan sosial tidak dapat disamaratakan untuk seluruh masyarakat Indonesia. Demokrasi akan menjadi jalan tengah atau solusi jika dipegang oleh orang-orang yang mendengarkan aspirasi dari rakyat, sebaliknya juga demokrasi akan menjadi racun jika dipegang oleh orang-orang yang egois serta lebih mementingkan kepentingan untuk dirinya sendiri.

Keadilan itu salah satu barang dagang atau nilai jual yang besar untuk disampaikan dalam demokrasi karena keadilan bukan semata-mata untuk mencapai tujuannya melainlan dilihat dari bagaimana proses dari keadilan tersebut. Proses tersebut berupa pertimbangan mengenai adil atau tidaknya langkah atau jalan yang diambil untuk memperoleh keadilan tersebut. Kekuasaan selalu memperdagangkan keadilan dengan proses yang selalu berhasil dalam memenangkan hati masyarakat.

Menghadapi politik 2024, jangan sampai diselimuti dengan menitikkan pada satu orang yang memperdagangkan keadilan tersebut karena keadilan bisa diraih jika partisipasi warga yang menghendakinya, jika adanya hasrat dengan menitikkan pada satu orang maka hal tersebut akan terjadi secara berulang.

Pemerintah memiliki definisi sendiri mengenai keadilan, jika tidak ada perlawanan dari definisi keadilan yang dikemukakan oleh pemerintah, maka yang terjadi adalah keadaan atau fenomena hari ini yang bertentangan dengan sila-sila Pancasila, karena hal tersebut dianggap sebagai hak yang lumrah maka kebanyakan masyarakat menerima hal tersebut.

Undang-Undang Cipta Kerja sudah tidak mencerminkan keadilan, contohnya menimbulkan masalah secara kesehatan, sulit untuk menjadi pekerja tetap, pesangon yang diberikan juga tidak mencerminkan keadilan, dan lain sebagainya.

Keadilan dan demokrasi di Indonesia mengalami penurunan. Indonesia masih tergolong sebagai demokrasi yang cacat. Walaupun Indeks Demokrasi Indonesia mengalami kenaikan dari 6,30 ke 6,71, kenaikan tersebut menandakan adanya progress tetapi tidak signifikan. Oleh karena itu, demokrasi Indonesia belum menunjukkan kenaikan yang signifikan.

Selagi pemerintah tutup kuping atau tidak mau mendengar aspirasi rakyat, maka keadilan tidak akan tercapai. Karena hanya pemerintah yang memegang kebijakan, peraturan, dan keputusan itu hanya diputuskan oleh pemerintah. Kebijakan yang ditetapkan pemerintah seharusnya berdasarkan dari aspirasi rakyat dan harus menciptakan komisi kesejahteraan suatu masyarakat, tetapi pemerintah masih menganganggap tidak setara dengan rakyat, maka kebijakan yang ditetapkan tidak sejalan dengan aspirasi yang dikeluarkan oleh rakyat.

Sebagai mahasiswa, ketika kita mempunyai keberanian dan mampu untuk mengeluarkan aspirasi, kebijakan bisa diubah agar sejalan dengan aspirasi rakyat. Walaupun, harapan dari hal tersebut sangat kecil jika dari pemerintah tidak mendengarkan hal tersebut. Banyak mahasiswa yang sadar jika ada masalah, tetapi banyak juga mahasiswa yang tidak peka dengan hal tersebut dan tidak adanya pergerakan atas keresahan dari masalah tersebut.

Kewajiban negara dalam hak asasi manusia mempunyai kewajiban untuk memenuhi, melindungi, dan untuk menghargai sehingga jika tidak dilaksanakan kewajiban tersebut, maka akan muncul ketidakadilan. Sebagai mahasiswa, untuk pengimplementasian keadilan sosial, pertama, kita dapat menulis peristiwa-peristiwa yang terkait dengan ketidakadilan. Kedua, kita dapat mempertahankan asas keadilan seseorang. Ketiga, melakukan perdampingan terhadap korban, dan banyak upaya lainnya yang dapat dilakukan untuk implementasi keadilan sosial untuk negara Indonesia.

Memperjuangkan keadilan tidak cukup dengan narasi, sebab perjuangan tersebut memerlukan langkah-langkah yang konkrit. Jika adanya ketidakadilan, maka diperlukan adanya pergerakan karena tanpa adanya pergerakan maka tidak akan ada juga perubahan yang lebih bermanfaat. Ketika bergerak menghadapi persoalan kita harus menjaga pergerakan tersebut karena hal tersebut akan menghidupkan gerakan perubahan.

Setelah sesi diskusi dan tanya jawab dengan tambahan pengetahuan-pengetahuan oleh para pembicara berakhir, maka selanjutnya terdapat closing statement yang disampaikan oleh pembicara, yaitu gerakan tidak bisa merenggut kesadaran pemerintah tanpa adanya ruang publik yang disediakan. Ketika adanya diskusi diharapkan banyak mahasiswa yang memberikan aspirasi atau lebih aktif dari acara saat ini. Jumlah pemuda ada 52% yang merupakan penentu masa depan. Diharapkan pemuda tersebut bisa membawa perubahan yang lebih baik untuk negara Indonesia.

Setelah penyampaian closing statement oleh para pembicara, acara dilanjutkan dengan pemberian plakat kepada para pembicara yang telah meluangkan waktu dan memberikan ilmu ataupun pengetahuan yang lebih dalam acara DISWIPOL kali ini. Selanjutnya, pembacaan doa penutup dan penutupan oleh MC yang merupakan akhir dari rangkaian acara DISWIPOL.

(RDF/VAN)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

casibomcasibomcasibomcasibomcasibomcasibomcasibomcasibomcasibomcasibomcasibomcasibomcasibomcasibomcasibomcasibom
güvenilir bahis sitelerigüvenilir bahis sitelerigüvenilir bahis sitelerigüvenilir bahis sitelerigüvenilir bahis sitelerigüvenilir bahis sitelerigüvenilir bahis sitelerigüvenilir bahis sitelerigüvenilir bahis sitelerigüvenilir bahis sitelerigüvenilir bahis sitelerigüvenilir bahis sitelerigüvenilir bahis sitelerigüvenilir bahis sitelerigüvenilir bahis sitelerigüvenilir bahis siteleri