Bahaya Multitasking Mengikis Produktivitas serta Membuat Burnout

Saat ini, mungkin kita sudah tidak asing lagi dengan istilah multitasking, bahkan di sekitar kita pun dikelilingi oleh aktivitas yang dilakukan dengan cara multitasking, seperti halnya zoom meeting sambil scroll TikTok serta aktivitas lainnya. Sering kali orang-orang menganggap bahwa multitasking adalah cara yang bagus untuk menyelesaikan banyak hal sekaligus dan produktif. Namun, hasil dari beberapa riset mengatakan bahwa saat seseorang melakukan berbagai macam hal dan kegiatan secara bersamaan atau disebut multitasking bukanlah hal yang baik, tetapi dapat mengikis produktivitas sehingga membuat kita akhirnya merasa burnout. Para psikolog juga telah memperingatkan kita tentang hal tersebut selama beberapa dekade dan mengatakan bahwa bahaya bagi fungsi kognitif otak manusia. Dimana seseorang yang melakukan multitasking, rentan untuk kehilangan fokus dan mengalami delay dalam menerima informasi.

Apa itu Multitasking?

Multitasking ialah kondisi dimana seseorang melakukan lebih dari satu aktivitas yang tidak berhubungan dalam waktu yang bersamaan atas dasar “super efisien”.

Dampak Multitasking

Dengan banyaknya tuntutan dan tanggung jawab maka sudah tidak asing lagi saat ini multitasking kerap diterapkan di kehidupan sehari-hari. Mungkin banyak orang berpikir dengan multitasking hal positif bagi mereka karena dinilai efisien dan produktif. Namun ternyata, multitasking bukanlah kunci produktif, melainkan dapat menyebabkan penurunan produktivitas dan berpotensi memicu stres. Selanjutnya, stres yang dibiarkan dan tidak dikelola dengan baik karena terus berulang melakukan multitasking akan memicu burnout.

Sumber: seattletimes.com

Mitos Multitasking

Pada dasarnya, menurut para ahli psikolog, multitasking merupakan hal yang mustahil untuk dilakukan. Dikarenakan, otak manusia tidak didesain untuk berganti fokus dan perhatian dari satu aktivitas ke aktivitas lainnya dalam satu waktu. Ketika kita dihadapkan oleh aktivitas yang dilakukan secara bersamaan maka akan memberikan hasil yang tidak optimal. Sehingga, mengakibatkan kerentanan dalam kehilangan fokus dan mengalami delay dalam memproses informasi. Contohnya, saat kita membaca buku sebenarnya kita tidak bisa sambil mendengarkan lagu karena akan mengakibatkan hambatan dalam memproses informasi salah satu dari aktivitas tersebut.

Hal yang selama ini kita temui sebenarnya bukanlah multitasking, melainkan menurut para ahli psikolog dikenal dengan istilah rapid task switching atau peralihan tugas dengan cepat. Contohnya, saat Anda menjawab pesan di telepon selama menonton series Netflix, perhatian Anda terbagi antara series tersebut dengan pesan di layar telpon Anda. Anda tidak benar-benar memperhatikan keduanya pada saat yang bersamaan. Selagi Anda membaca pesan, pasti ada bagian series yang Anda lewatkan. Inilah yang disebut rapid task switching, jadi Anda tidak melakukan dalam waktu yang bersamaan melainkan ada waktu peralihannya. Maka bisa dikatakan bahwa cara kerja multitasking sebenarnya ialah mitos belaka atau penyalahgunaan istilah saja. (PNP/AM)