Millennial dan Teknologi Finansial, Mengapa Mereka Serasi?

Dunia bisnis selalu berkembang menyesuaikan perubahan zaman.  Setiap adanya transisi era terjadi, generasi penerus akan menggantikan generasi sebelumnya. Generasi penerus akan mengambil alih kemudi kapal dan memulai pelayaran di lingkungan kompetisi yang baru. Dalam beberapa tahun ke depan, dunia bisnis akan dikuasai oleh generasi Millennial. Millennial (atau yang dikenal juga dengan sebutan Generasi Y) adalah kelompok demografi setelah Generasi X yang lahir di antara 1980-an sampai awal 2000-an. Dominasi millennial dalam dunia bisnis hanya tinggal menghitung hari, hal ini bisa dilihat dari munculnya beberapa start up inovatif yang mengandalkan teknologi selama beberapa tahun terakhir yang dipelopori oleh generasi millennial (seperti Gojek, Bukalapak, Tokopedia dll). Perlu diketahui, kehadiran para millennial di dunia bisnis bukan hanya sebagai pesaing saja, namun juga peluang. Bonus demografi generasi millennial dan kecenderungan mereka dalam berperilaku tentunya harus menjadi pertimbangan oleh para pelaku bisnis agar bisa mengambil kesempatan dengan mempelajari karakter dari generasi muda ini.

Dewasa ini, perkembangan teknologi membawa perubahan yang sangat masif di berbagai aspek kehidupan manusia. Kehadiran internet tidak hanya mengubah gaya hidup perorangan saja, tetapi juga mengubah cara sebuah industri berjalan. Tidak terkecuali dalam industri perbankan. Kemajuan teknologi finansial memiliki peran besar terhadap munculnya benih-benih inovasi segar yang membawa perubahan struktural terhadap industri secara keseluruhan. Di masa lalu, bank tradisional selalu terpaku kepada jargon kuno, prosedur formal, dan regulasi yang ketat. Struktur bank tradisional mengandalkan karyawan perbankan dalam praktiknya dan menuntut mereka untuk tampil sempurna. Struktur seperti ini berisiko memiliki tingkat human error yang tinggi. Hal ini pun bermuara terhadap ketidakpuasan pelanggan, antrean panjang yang tidak menyenangkan, dan ketidakpuasan karyawan terhadap kariernya karena tuntutan yang tidak masuk akal.

 Lalu bagaimana pandangan millennial dalam melihat bank tradisional? Millennial dikenal sebagai individu yang menyukai hal-hal praktis dan instan. Mereka menjunjung tinggi kesederhanaan sistem. Mengapa bisa seperti itu? Hal ini bisa kita pahami setelah mengetahui fakta di mana millennial adalah individu yang tumbuh bersama teknologi. Salah satu sisi positif dari keberadaan teknologi adalah memberikan kemudahan di mana segala sesuatu menjadi lebih cepat untuk dilakukan. Millennial yang sejak usia dini sudah mengenal pola dari praktik teknologi modern cenderung berpikir bahwa “efektivitas dan efisiensi layanan lebih penting daripada layanan yang ramah”. Bank tradisional merupakan kebalikan dari semua hal itu. Prosedur bank yang formal dan kompleks dalam menangani transaksi dinilai oleh para millennial sebagai sesuatu hal yang kuno dan harus diperbaharui.

Namun, idealisme bank tradisional yang seperti itu pada akhirnya dipatahkan. Kecanggihan teknologi pun lambat laun mendatangi dunia perbankan dan melahirkan start up teknologi finansial (Financial Technology/Fintech) yang mulai menjadi alternatif pilihan yang cukup populer di era modern ini. Bank Indonesia mendefinisikan Fintech sebagai gabungan antara teknologi dan jasa keuangan, yang mengubah model bisnis dari konvensional menjadi moderat. Berbeda dengan bank tradisional yang berfokus lebih kepada pelayanan yang berbasiskan ‘keamanan dan kepercayaan’, Fintech berfokus kepada aksesibilitas, kecepatan, dan pelayanan kontekstual. Dalam perspektif teknologi, perusahaan Fintech mengandalkan transformasi digital yang termutakhir seperti otomatisasi, kecerdasan buatan dan mesin-mesin. Teknologi seperti ini memperkecil kesalahan yang biasa terjadi di bank yang diakibatkan oleh human error sehingga dapat menjamin kualitas pelayanan. Dari sana kita bisa melihat keserasian filosofi Fintech dengan konsep berpikir seorang millennial. Millennial yang menyukai hal-hal instan tentunya akan lebih tertarik dengan ide revolusioner seperti dompet digital daripada berita kenaikan suku bunga bank yang diterbitkan oleh bank tertentu. Teknologi yang userfriendly menjadi daya tarik utama bagi para millenial yang menyukai langkah-langkah yang lebih sederhana daripada prosedur konvensional yang dilakukan oleh bank tradisional. Fintech mengalami perkembangan pesat dengan nama-nama besar seperti (Doku, T-Cash, Amartha, Dana, dll).

Lalu apa yang harus dilakukan oleh bank tradisional? Industri perbankan tradisional dihadapkan pada dua pilihan: Ikut mengadopsi teknologi digital agar bank tetap hidup atau tetap menjadi bank yang konvensional yang perlahan-lahan redup. Bank harus meningkatkan pelayanan nasabahnya melalui peningkatan teknologi digital yang jeli dan tepat sesuai kebutuhan pasar. Bank juga bisa berkolaborasi dengan perusahaan Fintech. Kolaborasi akan berhasil dengan menggabungkan antara ketersediaan infrastruktur yang dimiliki bank dan teknologi digital yang dimiliki oleh Fintech. Beberapa produk bank modern seperti BCA Mobile dan Mandiri Online merupakan salah satu kemajuan besar bagi bank-bank lainnya untuk tetap relevan terhadap perubahan zaman. Akhir kata, Millennial memiliki keselarasan ide dengan Fintech karena adanya kesamaan pandangan dalam menangani problematika administrasi, khususnya di sektor perbankan.

Penulis: Arianto Hanief Alfarisi, Jurusan Manajemen 2017

Juara 1 Economic Writing Competition (EWC)

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

casibom
güvenilir bahis siteleri