Seberapa Kuat Ekonomi Kita Membendung Pandemi?

Sejak akhir tahun 2019, sebuah wabah mulai menyerang wilayah Tiongkok. Wuhan, kota yang pertama kali didaulat sebagai kota penyebaran pertama wabah virus corona atau yang sudah diberi nama sebagai Covid-19. Wabah Covid-19 telah mengganggu berbagai aktivitas menciptakan peningkatan risiko pada ekonomi global. Saat ini ekonomi global kemungkinan masuk di dalam resesi. Proyeksi IMF ekonomi diperkirakan menjadi minus 2,2%. Kondisi ini membuat dunia kehilangan potensi ekonomi yang seharusnya tercipta sekitar US$ 5 tiriliun. Risiko resesi bisa terjadi pada 2021, jika pejabat di berbagai negara tidak mampu merespon pandemi Covid-19 dengan kebijakan yang tepat dan cepat. Lockdown besar-besaran akan berdampak pada penurunan pertumbuhan ekonomi global.

Ketidakpastian yang ada ditengah wabah Covid-19, berpengaruh pada aktivitas perdagangan luar negeri seperti ekspor dan impor. Tiongkok yang menjadi kerabat Indonesia dalam sektor perdagangan, mengurangi impor produk dari Indonesia seperti buah-buahan dan pangan hewani. Selain itu Indonesia sendiri juga menghadapi kendala, karena beberapa produksi pabrik di Tiongkok mulai menurun. Sehingga banyak berdampak juga pada produksi Indonesia. Perekonomian Indonesia sebelum pandemi Covid-19 yaitu pada akhir 2019 yang diukur berdasarkan Produk Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga berlaku mencapai Rp15.833,9 triliun dan PDB perkapita mencapai Rp59,1 juta atau US$4.174,9. Ini menunjukan bahwa kondisi ekonomi Indonesia tumbuh 5,02% dengan kontribusi tertinggi berasal dari sektor Lapangan Usaha Jasa. Dengan adanya wabah ini, pemerintah yang pada awal tahun berniat meningkatkan pendapatan dari sektor pariwisata, menjadi terhambat.

Mengutip dari supplychainindonesia.com menurut Staf Ahli Kementrian Koordinator Bidang perekonomian, Edi Prio Pambudi, perrtumbuhan ekonomi Indonesia angat didukung oleh konsumsi yakni sebanyak 56% dan sebenarnya konsumsi tidak hanya dipengaruhi oleh makanan dan minuman, tetapi juga pakaian, trasportasi, komunikasi, dan lainnya. Dengan adanya lockdown diprediksi bahwa konsumsi masyarakat untuk pangan dan komunkasi akan jauh lebih tinggi dari sebelumnya, belum lagi saat ini mendekati bulan Ramadan. Melihat seperti ini pemerintah hendaknya memfokuskan perdagangan luar negeri pada sektor konsumsi pangan dan diusahakan agar tidak terjadi kemacetan dalam prosesnya.

Agar tidak terjadi kemacetan perdagangan luar negeri selama pandemi Covid-19, pemerintah dapat mempermudah kebijakan ekspor impor. Kemudahan dalam proses ekspor impor ini merupakan kebijakan nonfiskal dalam rangka cepat tanggap pemerintah untuk menangkal dampak pandemi Covid-19 terhadap ekonomi. Kebijakan ini dapat melonggarkan beban industri di tengah tekanan pandemi Covid-19. Selain itu kemudahan perizinan ini juga bisa mempermudah proses yang ada di kementrian dan lembaga.

Selain pada sektor pangan dan industri, pandemi Covid-19 juga membawa dampak pada keuangan nasional. Pada awal April, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika mencapai Rp16.741. Kondisi tersebut dikhawatirkan dapat menimbulkan inflasi, sehingga masyarakat awam berpikir sebaikan Bank Indonesia meningkatkan suku bunga. Namun, bagaimana bisa masyarakat memilih menabung ditengah konsumsi yang akan meningkat? Pada April 2020 Bank Indonesia mempertahankan suku bunga acuan BI 7-DRR di kisaran 4,5%. Sebelumnya, pada awal tahun suku bunga acuan ditetapkan pada kisaran 5%. Penurunan ini merupakan antisipasi dampak pandemi Covid-19. Suku bunga belum diturunkan karena mempertimbangkan faktor eksternal yang diperkirakan bisa memengaruhi nilai tukar rupiah. Namun, seharusnya pemerintah dapat menurunkan lagi tingkat suku bunga. Karena laju inflasi cenderung masih dapat dikendalikan. Selain itu, pemerintah tidak perlu khawatir minat investor global di pasar keuangan akan turun akibat pemangkasan suku bunga. Karena profil Indonesia di mata lembaga pemerintah utang saat ini cukup baik. Misalnya, pemeringkatan Japan Credit Rating (JCR) menaikkan level Indonesia dari level BBB ke BBB+, meskipun saat ini dunia tengah menghadapi pandemi Covid-19. Sehingga menimbang faktor kemanusiaan dan inflasi yang masih dapat dikendalikan, maka kebijakan penurunan suku bunga seharusnya dapat direalisasikan. Kemudian dalam menghadapi utang negara yang mungkin jatuh tempo pada tahun ini, pemerintah dapat melakukan negoisasi ulang mengenai pembayarannya.

Pandemi Covid-19 memang membawa dampak yang tidak terprediksi sebelumnya. Pemerintah diharapkan mampu menangani pandemi ini secepat mungkin, agar segala kegiatan termasuk kegiatan ekonomi dapat kembali berjalan normal. Selagi menghadapi pandemi ini, pemerintah dapat mengambil langkah untuk memuhi kebutuhan yang benar-benar penting saat ini seperti kebutuhan pangan dan APD. Kemudahan perizinan ekspor impor diyakini mampu mempermudah pemenuhan kebutuhan tersebut. Diperlukan kebijakan moneter dan fiskal yang tepat dalam menghadapi wabah ini, agar perekonomian dapat tetap bergerak meskipun dibawah ekspektasi yang diharapkan.

PENULIS : Faiz Al Fajri – Pendidikan Bisnis 2017 – Juara II EconoChannel Writing Competition

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

da pa checker
marsbahis
onwin giriş
deneme bonusu veren siteler
deneme bonusu veren siteler
matadorbet giriş
casibom giriş
misbahis giriş, misbahis güncel adres
maltcasino
matbet
casibom giriş