Apa Kabar Koperasi Indonesia?

       

         Tahun
ini Koperasi Indonesia menginjak usia ke-69 tahun. Jika kita mengilas kembali
mengenai Koperasi di Indonesia, tentu kita akan merujuk pada Undang-Undang
Dasar 1945 pasal 33 ayat (1) yang dengan jelas mengatakan bahwa perekonomian
Indonesia disusun sebagai usaha bersama berdasarkan satu azas kekeluargaan dan
Koperasi adalah bentuk usaha yang sesuai dengan susunan perekonomian yang
dimaksud tersebut. Hematnya, koperasi merupakan bentuk ideal dari sistem
perekonomian Indonesia. Namun, lambat laun koperasi kita terus semakin buram.
Berbagai persoalan terus menggerogoti Koperasi di Indonesia bahkan tidak
menutup kemungkinan di tahun-tahun mendatang Koperasi hanya menjadi cerita dan
angan-angan Bung Hatta saja.

            Masyarakat semakin tidak yakin
dengan keberadaan Koperasi dan bentuk pengembangan ke depan juga masih belum
menemukan sistem format yang dapat meyakinkan semua pihak terhadap peran
Koperasi. Belum lagi persoalan ideology yang mengalami kritikan sana-sini yang
menilai apakah Koperasi kita saat ini masih dalam jalur Koperasi sesuai amanat
atau tidak. Dari sisi permodalan, sesuai dengan prinsip koperasi yakni dari
anggota untuk anggota, kini prinsip itu hanya berlaku secara konseptual di
dalam buku-buku mengenai koperasi. Persoalan pada unit koperasi simpan pinjam
misalnya, pada praktik di lapangan tidak lagi menggunakan teori tersebut.
Lantaran sedikitnya anggota yang mau berpartisipasi di koperasi membuat
koperasi harus meminjam dana ke bank swasta maupun pemerintah guna menghidupi
koperasinya agar tidak tinggal nama. Akhirnya, barulah anggota bersedia ikut
berpartisipasi aktif dalam koperasi. Meskipun mampu menarik simpatisan anggota,
nyatanya persoalan ini menguapkan persoalan baru. Koperasi harus menaikkan
bunga/margin yang lebih tinggi kepada anggota lantaran pihak koperasi juga
sudah dikenakan bunga oleh bank untuk mendapatkan pinjaman tersebut. Bak
simalakama, persoalan permodalan menjadi dilema tersendiri. Satu sisi memang
masyarakat menjadi tertarik untuk bergabung di koperasi berbekal tersedianya
aliran modal yang memadai. Namun, di sisi lain, akibat peminjaman kepada bank
yang mengakibatkan bunga koperasi menjadi tinggi membuat masyarakat enggan
untuk berpatisipasi di koperasi, dan lebih memilih pihak lain sebagai tempat
untuk meminjam uang dengan bunga yang jauh lebih rendah dibandingkan dengan
koperasi.

            Dilihat secara kuantitatif memang
koperasi di Indonesia sudah mengalami pertumbuhan positif. Namun, secara
kualitatif Koperasi masih mengalami kemandegan. Dari data Kementrian Koperasi
dan UMKM (2015) menyatakan, jumlah koperasi tahun 2015 mencapai 150.223 unit,
namun hanya mampu menyumbang 1,7% dari GDP keseluruhan. Hal ini yang membuat
pemerintah menjadi kurang yakin terhadap kinerja koperasi di Indonesia lantaran
sedikitnya porsi sumbangsih di dalam GDP. Akibatnya, membuat keberpihakan
pemerintah hanya dipahami dalam kerangka belas kasih kepada koperasi kita.
Pemerintah cenderung menjadi ogah-ogahan dalam membina koperasi kita.

            Sudah saatnya koperasi harus
digairahkan kembali guna membangun kembali koperasi sebagai soko guru
perekonomian Indonesia. Dari sisi pemerintah khususnya sebagai pemangku
kebijakan harus membuat terobosan baru mengenai format koperasi agar tidak
ketinggalan jaman. Secara ideologis, koperasi harrus dipertahankan sebagai
gerakan ekonomi yang bertugas mendukung usaha anggota. Namun, dalam perspektif
instrument, koperasi harus memiliki fleksibilitas dalam menyikapi perubahan
yang ada di lingkungan strategisnya. Untuk permasalahan modal sendiri,
pemerintah dapat membuat bank yang berfokus untuk menyediakan pendanaan modal
kepada koperasi. Lebih mudahnya tunjuk saja Bank Rakyat Indonesia (BRI) yang
sudah berkecimpung dalam urusan Kredit Usaha Rakyat (KUR) untuk digandeng koperasi
sebagai koleganya yang berepran menyediakan modal dengan bunga pinjaman yang
jauh lebih rendah disbanding bank-bank swasta lainnya. Dengan begitu, persoalan
modal yang kurang bisa ditutupi dari pinjaman kepada BRI dan suku bunga
koperasi juga menjadi tidak terlalu tinggi dibandingkan bank-bank swasta.
Ditambah dengan akses koperasi untuk pencairan dan peminjaman dana yang lebih
mudah dengan prinsip kekeluargaan dan gotong royong. Dengan begitu koperasi
akan unggul 1-0 dari Bank.

            Pemerintah juga harus kembali
memasyarakatkan koperasi. Masyarakat kita selama ini masih memiliki stigma
bahawa koperasi sudah ketinggalan jaman. Kita ambil contoh koperasi konsumsi
yang kalah pamor dengan Carrefour, Transmart, Hero, dan Giant. Padahal harga
yang dipatok koperasi jauh lebih mudah dibandingkan retail-retail tersebut.
Inilah yang menjadi PR kita bersama. Kita sebagai masyarakat harus mampu
mengubah stigma kita untuk sepenuhnya menerima koperasi sebagai wadah
perekonomian yang memang bertujuan menyejahterakan masyarakat. Pemerintah dan
masyarakat berkewajiban untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan masyarakat
berkoperasi karena jelas koperasi merupakan tata susunan ekonomi sebagai usaha
bersama berdasar azas kekeluargaan. Koperasi akan tumbuh di masyarakat untuk meningkatkan
kesejahteraan anggota dan meningkatkan pula taraf hidup masyarakat. Koperasi
akan hidup dan berkembang apabila masyarakat dan pemerintah mengerti dan mau
membina koperasi bersama-sama. (RF)